Ritual bakar tongkang adalah ritual tahunan etnis Tionghoa di Bagan Siapi-api, Riau. Ritual ini untuk mengenang para leluhur yang menemukan Kota Bagan Siapi-api dan wujud syukur terhadap Dewa Kie Ong Ya dan Dewa Tai Su Ong. Jangan lewatkan acara ini!
Silahkan bagi yang ingin mengikuti ritual ini tahun berikutnya, sekitar bulan juni. Ritual bakar tongkang meruapakan salah satu wujud kerukunan umat beragama di Indonesia.
Bakar Tongkang |
Ritual ini bermula ketika pada tahun 1826, ada sekitar
18 orang Tionghoa merantau dari Provinsi Fu-Jian, China. Mereka
berlayar menggunakan 3 kapal kayu yang disebut tongkang. Di tengah
perjalanan, dua tongkang tenggelam. Tongkang yang selamat akhirnya
sampai di suatu tempat yang saat itu masih berupa hutan.
Mereka
melihat cahaya api yang berkerlap-kerlip sebagai tanda adanya daratan.
Cahaya api itu ternyata berasal dari kunang-kunang (Si Api-api) yang
bertebaran di antara hutan bakau yang tumbuh subur di tepi pantai. Di
daerah yang tidak bertuan ini, mereka akhirnya mendarat dan membangun
tempat pemukiman baru yang kemudian dikenal dengan nama Bagan Siapi-api.
Adapun kata bagan sendiri mengandung makna sebagai tempat,
daerah, atau alat penangkap ikan. Di dalam tongkang yang selamat itu
terdapat patung dewa laut Ki Ong Ya dan Tai Su Ong. Ritual ini diadakan
pada tanggal 16 bulan kelima lunar setiap tahunnya atau dalam bahasa
Hokkien disebut dengan Go Cap Lak. Go berarti bulan kelima dan Cap Lak
berarti tanggal enam belas.
Kota yang berada di barat daya Riau
ini pernah mengalami masa jaya sebagai penghasil ikan terbesar kedua di
dunia setelah Norwegia sehingga dijuluki sebagai kota ikan. Namun,
kejayaan perikanan di Bagan Siapi-api lambat laun meredup. Oleh sebab
itu, satu abad setelah mendaratnya mereka di Bagan Siapi-api, warga
Tionghoa di Kabupaten Rokan Hilir menggelar ritual bakar tongkang untuk
menghormati dua dewa itu yang jadi perlambang keselamatan dalam
mengembara.
Dewa Ki Ong Ya dan Tai Su Ong juga dipercaya sebagai
dewa yang melambangkan dua sisi kehidupan, sisi baik-sisi buruk,
suka-duka, serta rezeki-bencana. Berdasarkan kebiasaan, masyarakat
Tionghoa akan membuat replika tongkang berukuran 8x2 meter. Sebelum
dibakar, tongkang tersebut diarak terlebih dahulu keliling Bagan
Siapi-api. Warga Bagan Siapi-api menyambut perayaan ini dengan memasang
lampion dan lukisan Dewa di rumah masing-masing.
Setelah diarak,
replika tongkang dibawa ke Klenteng Ing Hok King, sebuah tempat ibadah
tertua umat Kong Hu Chu yang terdapat di tengah kota. Perlu Anda
diketahui bahwa kelenteng ini dianggap paling sakral karena merupakan
satu-satunya bangunan yang selamat dan tetap utuh saat terjadi kerusuhan
massal pada 1998 silam.
Mereka memanjatkan doa-doa kepada Dewa,
agar kegiatan Bakar Tongkang diberkahi, selalu diberi keselamatan dan
dilancarkan segala urusan. Para warga Tionghoa secara keseluruhan
mengikuti prosesi saat tongkang tersebut diarak ke tanah lapang sebelum
dibakar. Iring-iringan juga diwarnai aksi para Tan Ki, yang memiliki
kekuatan dengan memukul-mukul tubuh menggunakan parang dan batu yang
diselimuti paku. Digelar juga panggung hiburan yang mendatangkan
penyanyi-penyanyi dari Taiwan, Malaysia dan Singapura yang membawakan
lagu berbahasa Hokkian.
Keesokan harinya, barulah kapal diarak
warga dalam sebuah pawai dan dibakar. Di sekeliling kapal, ditumpuk
ribuan kertas kuning berisi doa yang ditulis para warga. Puncak prosesi
ritual Bakar Tongkang adalah menyaksikan jatuhnya tiang layar replika
kapal tongkang. Berdasarkan kepercayaan warga Tionghoa Bagan Siapi-api,
kedua tiang yang disakralkan itu jika jatuh menghadap laut diartikan
sebagai tongkat ikan. Warga Tionghoa percaya peruntungan di tahun
tersebut akan banyak berasal dari laut. Tetapi jika jatuhnya ke darat
maka peruntungan banyak berasal dari darat.
Secara spiritual,
acara ini mengandung makna ucapan rasa syukur atas suksesnya para
leluhur yang membawa keluarga mereka menetap di daerah perantauan. Tak
heran jika orang Tionghoa yang menetap di luar negeri pasti langsung
merasa terpanggil untuk “pulang kampung†demi merayakan tradisi
tahunan ini. Sebab ada kepercayaan bila tidak ikut ambil bagian dalam
acara ini, maka akan ada malapetaka yang terjadi.
Ritual tahunan
ini telah menjadi agenda wisata bagi pemerintah Kabupaten Rokan Hilir
sebagai bagian dari program Visit Indonesia karena mampu menyedot
wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, Taiwan hingga China.
Untuk perayaan Bakar Tongkang tahun 2013 ini berlangsung dari tanggal 22 - 26 Juni 2013.
Sekedar
informasi, untuk menuju ke kota Bagan Siapi-api dari ibu kota Provinsi
Riau, Pekanbaru dibutuhkan 6 - 7 jam perjalanan darat dengan jarak
tempuh kurang lebih 350 km. Sementara dari ibu kota Provinsi Sumatera
Utara, Medan, dibutuhkan 10-12 jam perjalanan darat melalui Lintas Timur
Sumatera. Sedangkan bila Anda berangkat dari Kota Dumai, hanya
dibutuhkan waktu tempuh 2 - 3 jam melalui jalan darat.
sumber : Detik
Beberapa foto hasil capture Hp saya (5mp)
saat tongkang masih berada di kelenteng
saat tongkang di arak di jalan
tempat pembakaran tongkang
saat selesai pemasangan tiang dan layar
saatnya bakar tongkang
detik-detik saat tongkang terbakar
Silahkan bagi yang ingin mengikuti ritual ini tahun berikutnya, sekitar bulan juni. Ritual bakar tongkang meruapakan salah satu wujud kerukunan umat beragama di Indonesia.
No comments:
Post a Comment